Kerjanya Polisi itu APA??!!!

Malam belum terlalu larut ketika saya masih sibuk menyelesaikan sebuah artikel yang harus berjumlah tak kurang dari 6.500 karakter. Namun, saat itu satu halaman A4 pun urung tersentuh seluruhnya. Rasa kantuk tak jarang menghampiri, membuat saya harus sering-sering mengerjap agar tetap terjaga. Kepala pun tak jarang berdenyut kencang memikirkan kata demi kata yang harus saya tuliskan agar artikel bisa menarik untuk dibaca. Kondisi seperti itu tak jarang melahirkan bisikan setan yang berdenging di telinga saya. Entahlah, apakah itu bisikan setan atau hanya panggilan hati yang merasa kelelahan. Sebab, dorongan agar diri ini berhenti menyelesaikan tulisan pun semakin kuat adanya.
Pukul 20.10 WIB. Lagu barat yang saya tak tahu siapa penyanyinya dan lagunya itu masih terdengar lewat sound system yang terhubung dari salah satu komputer teman saya. Mengisi kekosongan di ruang redaksi yang hanya menyisakan tiga lelakisaya dan dua teman sayayang saling berkutat dengan komputer masing-masing demi menyesaikan tugas. Kesejukan angin malam di tanggal 20 Mei tak bisa saya rasakan sebab tak ada satu pun jendela kantor yang terbuka, atau memang sengaja dibuka. Gerah perlahan menyelubungi tubuh saya sebab pendingin ruangan dimatikan entah oleh siapa. Namun, agaknya artikel yang urung rampung itu telah mampu menghipnotis saya sehingga tak terlalu peduli pada gerah yang semakin meruap.
Sekali waktu, dorongan untuk berhenti menulisatau tepatnya mengetikkembali menyeruak. Kepala pun sudah cukup mumet karena sejak pagi mata sudah harus bersitatap dengan layar komputer, dan kepala sudah harus memutar logika untuk menyelesaikan banyak tulisan (karena saya bekerja sebagai reporter di tabloid yang cetak sebulan sekali, maka banyak calon artikel yang menumpuk mendekati masa deadline). Namun, kali ini sedikit berbeda. Hati saya, setidaknya itu yang saya yakini, ikut mendorong saya untuk segera menghentikan aktifitas saya saat itu barang sejenak. Bahkan, mendorong saya untuk lekas pulang. Tapi, di lain sisi saya menolak itu. Setidaknya, satu artikel ini harus selesai lebih dulu sebelum pulang, pikir saya waktu itu. Apalagi, saat itu belum lewat satu halaman A4 saya rampungkan.
Namun, ketika saya tengah memutar otak guna memberikan artikel yang maksimal, tiba-tiba saja salah satu teman saya menegur saya. Gue balik dulu ya, katanya sambil mengangkat sebelah tangannya ke udara. Sebagaimana kebiasaan yang kerap terjadi, sebelah tangan saya pun melayang ke udara dan menyambut tangannya. Kami saling bersalaman dan saya mengatakan hal basa-basi layaknya seorang teman. Hati-hati di jalan, ujar saya. Sejurus kemudian, saya berdiri dan beranjak dari meja kerja saya. Saat itu, yang terbersit di pikiran saya hanyalah ingin melonggarkan otot mata dan mengosongkan pikiran barang sebentar. Maka, saya pun melangkah ke depan meja kerja dan melihat punggung teman saya itu yang tengah menuruni tangga.
Sepenangkapan mata ini, hanya tersisa saya dan satu teman saya lagi yang masih berkutat dengan komputernya. Ia duduk di sebuah meja kerja yang menghadap dinding. Di kanan dan kirinya tak ada satu pun orang. Hanya ada dua deret meja di kanannya dan satu meja di kirinya yang hanya teronggok monitor komputer yang tak menyala di atasnya. Lalu, saya pun mengalihkan muka ke sisi kiri. Sisi di mana hanya ada deretan meja yang serupa dan tak bertuan. Namun, pandangan mata saya berhenti mengedar ketika sampai di layar monitor CCTV yang tersemat di antara empat layar monitor komputer yang berarak itu.
Keadaan yang sedikit terlewat oleh pantauan saya waktu itu
karena terlalu sibuk menyelesaikan tugas
Lampu speedometer saya menyala? Saya membatin dan semakin fokus memerhatikan layar itu. Saya tak begitu tahu apa yang terjadi tapi saya bisa pastikan kalau motor sudah saya tinggal dalam keadaan mati. Lalu, kenapa lampu speedometer saya menyala? Sejurus kemudian saya lihat seorang lelaki yang mengenakan helm biru menghampiri motor saya. Saat itulah saya sadar apa yang tengah terjadi dengan motor saya. Bangsat! Saya mengutuk dalam hati seraya melangkah teramat tergesa-gesa menuruni tangga. Saya sempat melewati teman saya yang hendak mengambil helmnya yang ditaruh di sebuah lemari helm dan sebuah pintu yang terbuka, sebelum kemudian saya bisa memandangi motor saya dari balik pintu kaca ruko (kantor saya memang di ruko). Dan sejurus kemudian, saya melihat lelaki berhelm biru itu melihat ke arah saya dan ia pun segera berbalik. Terlanjur tersulut emosi, tanpa gentar saya menuju keluar. Dan begitu saya membuka pintu kaca itu, saya mendapati lelaki itu sudah duduk membonceng temannya.
Woi, maling!!! Pekik saya sambil mengacungkan telunjuk ke arah mereka berdua. Dan entah bagaimana lelaki berbaju putih yang mengendarai motor Vario biru itu sempat menodongkan pistol ke arah saya seraya memaki. Anjing! Cercanya, sebelum kemudian ia lebih memilih memacu motornya ketimbang menembak saya. Tak henti-hentinya saya membatin penuh makian. Saya melangkah keluar dan menghampiri motor saya. Benar, stop kontak motor saya sudah jebol. Untunglah orang itu sempat tertahan karena tak menyadari jika ada gembok yang terselip di cakram saya. Dan dalam beberapa saat, entah bagaimana, rekan-rekan saya segera turun dan tempat itu pun ramai seketika. Meski pada kenyataannya hanya ramai oleh delapan orang saja (saya, dua rekan saya, dua orang penghuni ruko sebelah, seorang pengunjung ruko sebelah, dan sepasang manusia yang tak sengaja lewat dan tampak kebingungan pascakejadian itu). Namun, saat itu saya tak berhenti merutuk, baik dalam hati atau secara lisan langsung. Rutukan saya tak hanya tertuju kepada dua maling tadi, melainkan juga ke salah satu instansi penegak hukum di negeri ini, yaitu Kepolisian!
Kondisi stop kontak setelah dibobol
Apa sih kerjanya polisi?!! Rutuk saya waktu itu. Kegeraman saya, atau tepatnya kegeraman yang muncul karena kekecewaan saya pada aparat penegak hukum itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, hal ini sudah kali kedua yang saya alami (meskipun Alhamdulillah keduanya gagal diambil), di lokasi yang sama, dan saya yakin dengan pelaku yang sama juga. Dan parahnya, kejadian yang kali pertama menimpa saya itu masih segar di ingatan.
Sebulan yang lalu, atau tepatnya 21 April 2015, tragedi kehilangan motor sempat melanda kantor saya yang berada di bilangan Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Sore itu, dua motor berhasil digondol oleh kawanan maling motor yang jumlahnya tak kurang dari enam orang. Saya tahu mereka adalah komplotan maling motor yang tergolong profesional. Pasalnya, mereka hanya butuh waktu tiga menit saja untuk menggondol dua motor! Dan itu bisa mereka lakukan di waktu sore saat keadaan tak terlampau sepi.
Enam orang beraksi menggondol motor
Mereka masih berupaya membobol gembok motor saya
Karena gagal, mereka akhirnya beralih ke motor lain

Lihat bagaimana tenangnya mereka dalam melakukan aksinya.


Kondisi gembok saya setelah berupaya dijebol.
Saya terpaksa menggergaji gembok kemudian
karena sudah tidak bisa dibuka lagi.
Memang, soal kelalaian adalah bagian dari kesalahan kamipara penghuni kantorsebab saat itu layar monitor yang memperlihatkan rekaman CCTV berada di ruangan yang tak bisa dipantau oleh seluruh penghuni kantor (dan setelah kejadian barulah layar monitor dipindahkan). Namun, di sisi lain, teman saya yang menjadi korban kehilangan motor sudah memberikan sebuah rekaman CCTV kepada polisi pascakejadian. Setidaknya, lewat rekaman CCTV itu polisi bisa mengendus keberadaan komplotan maling motor yang tergolong berbahaya itu. Ya, berbahaya! Sebab, sehari setelah kehilangan dua motor yang menimpa kantor saya, para komplotan maling itu kembali beraksi. Kali itu, sasarannya adalah Kantor Cabang Perwakilan salah satu Bank yang berada tepat di sebelah kantor saya. Namun, kali itu mereka gagal sebab keburu kepergok OB dan security. Meski sempat mengeluarkan tembakan ke udara, namun maling yang berjumlah hanya dua orang itu lebih memilih kabur.
Lihatlah, merekakomplotan maling itu—sudah membekali diri mereka dengan senjata api. Bisa dibayangkan betapa bahayanya mereka yang bahkan mungkin tak segan-segan menembak ke arah seseorang saat sudah benar-benar terdesak. Kalau sudah begini, lalu siapa yang bisa menghentikan mereka? Kita, masyarakat sipil? Mungkin jawabannya, ya. Tapi, tentu saja yang bisa benar-benar ‘membersihkannya’ adalah mereka, para aparat penegak hukum. Sebab, mereka punya wewenang 100% untuk melakukan hal demikian. Tapi, nyatanya, seperti yang Anda tahu, saya benar-benar kecewa sebab Polisi seolah tak melakukan apa-apa.
Maaf, saya berasumsi demikian sebab boleh dibilang, bila menilik kembali rentetan peristiwa pencurian motor itu dilakukan dalam rentan waktu yang tak terlampau lama. Hanya dalam jarak sebulan, bahkan sehari, mereka sudah bisa beraksi. Di mana peran polisi? Saya benar-benar tidak melihat itu. Bahkan, proses penyidikan TKP yang dijanjikan oleh salah satu polisi kepada teman saya urung terjadi sampai detik ini! Sekali lagi saya tanya, mana peran polisi dan kerjanya polisi itu apa?! Apa mereka hanya bertugas menerima dan mencatat laporan kehilangan, mengendapkannya, lalu menyimpan berkas-berkas itu setelah menggunung di meja ke tempat penyimpanan berkas? Entahlah, benar ke tempat penyimpanan berkas atau ke gudang, saya pun tidak begitu tahu.
Tapi, kini setidaknya saya tahu mengapa tempat saya menjadi favorit para pencuri motor untuk beraksi (setidaknya itu yang saya tahu dari laporan masyarakat yang sudah lama tinggal di bilangan Pondok Kelapa). Sebab, hanya ada dua hal kemungkinan para komplotan pencuri motor itu bebas bergentayangan. Pertama, karena tanah itu tanah yang tak bertuan. Tanah di mana tidak ada sosok aparat penegak hukum yang mampu dirasakan secara fisik oleh masyarakat penghuninya. Dan kedua, karena ada ‘oknum’ polisi yang ikut berperan melindungi para komplotan tersebut sehingga mereka bebas bergentayangan melakukan aksinya.
Bagi siapa pun, polisi atau bukan, yang merasa tersinggung dengan dugaan kedua saya, maka saya mohon maaf. Sebab, apalagi dugaan yang bisa muncul di benak warga sipil seperti saya setelah beberapa tragedi yang menimpa saya itu. Saya harap, lewat tulisan ini para aparat penegak hukum yang sudah digaji lewat uang negara dan memiliki wewenang 100% memberantas kebatilan dan kejahatan di negeri ini benar-benar bergerak. Benar-benar melakukan tugasnya.

Saya tidak pernah berharap para penegak hukum itu baru akan bergerak setelah banyak jatuh korban ‘mati’ akibat ulah pencuri motor sudah diblow up oleh media. Sudah cukup kasus pembegalan yang pernah meresahkan masyarakat terjadi! Dan kalau hal yang tak saya harapkan itu terjadi, maka ijinkan saya untuk sekali lagi bertanya, kerjanya polisi itu APA??!!!

Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

One Response to Kerjanya Polisi itu APA??!!!

Thanks karena udah mau mampir untuk membaca tulisan-tulisan gue di sini. Thanks juga buat yang udah mau berkomentar di comment box ini. Grazie!

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.